Jumat, 12 September 2008

H.Djafar Badjeber, M.Si : Dibawah Bendera Hati Nurani Rakyat


Geliat Pemilihan Umum selalu membawa nuansa khusus bagi kalangan politisi. Paska transisi sistem pemerintahan (meskipun belum selesai), kehadiran partai baru kini bukan lagi hal yang baru bagi rakyat Indonesia. Walau sintesa ini masih butuh anti-tesa, maraknya partai baru seolah menjadi gambaran dari terbukanya sistem demokrasi di Indonesia.

Salah satu partai baru yang namanya segera mencuat adalah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Partai ini dideklarasikan 21 Desember 2006 dengan mengusung nama besar Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang mantan Panglima ABRI itu. Sejumlah nama tenar pun turut bergabung bersama partai ini. Dari mulai purnawirawan, Pengusaha, politisi, kalangan profesional, dan pesohor lainnya.

Keterlibatan mereka konon berlandaskan keinginan mengedepankan kembali hati nurani rakyat sebagai media pelayanan. Niat suci itu yang menggerakan sosok H. Dja’far Badjeber, M.Si, seorang politisi kawakan, untuk bergabung bersama partai ini. Nama Dja’far Badjeber bukan nama asing dikalangan politikus. Kiprahnya malang melintang di dunia politik sejak 20 tahun silam. “Saya tertarik bergabung dengan Hanura karena partai ini menitik beratkan pada hati nurani rakyat,” katanya saat ditemui di markas Hanura sore itu.
Bagi Putera Sulawesi Tengah dan Parigi Moutong ini mengedepankan hati nurani rakyat dalam berpolitik adalah harga mati. “Pilihan saya jatuhkan setelah mempelajari AD/ART Hanura. Selain pidato Pak Wiranto yang sejalan dengan visi saya,” akunya. Kehidupan perpolitikan Indonesia belakangan ini, dalam pandangannya, masih jauh dari muatan ideal sebuah partai. Hal itu terlihat dari pemenuhan janji politik saat kampanye lalu. Dirinya memberi contoh kelaparan yang terjadi di banyak tempat di Indonesia, situasi politik yang tidak menentu, kebutuhan meningkat, beban ekonomi dan biaya pendidikan ekonomi tinggi. Demikian juga dengan akses kesehatan yang belum terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Lebih jauh Dja’far Badjeber mengatakan, keterpurukan Indonesia semakin lengkap ketika kemandirian sebagai negara yang berdaulat pudar. Indonesia sangat mudah didikte oleh negara lain yang memiliki modal kuat. “Kita lihat saja, hanya di Indonesia terjadi negara diberikan syarat oleh para investor,” katanya. Selain itu, lanjutnya, sebagai negara besar Indonesia dengan mudah diganggu bahkan oleh negara kecil. Bahkan bisa mengambil pulau yang menjadi bagian dari negara ini. Dalam kacamata Dja’far, disinilah bukti Indonesia tidak lagi memiliki kedaulatan dan kemandirian.
Karir politik Djafar Badjeber dimulai dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di Partai berasas Islam inilah karir politiknya mengkilap. Dirinya dipercaya menjadi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2000 – 2004, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, dan dipercaya menjadi anggota MPR RI. Pada pemilu 1999, Djafar Badjeber menjadi nahkoda terselenggaranya pemilihan umum pertama paska reformasi. Dirinya diangkat sebagai ketua Panitia Pemilihan Daerah (PPD) I DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui Pemilu tahun 1999 menjadi pemilu pertama pada transisi demokrasi Indonesia.
Kiprah politiknya bersama PPP tidak berlangsung lama. Tahun 2000 dirinya bersama beberapa fungsionaris PPP lainnya menyatakan keluar dari Partai berlambang Ka’bah itu dan mendirikan Partai Bintang Reformasi bersama KH Zainuddin MZ. Saat itu Djafar Badjeber menjadi Sekretaris Jenderal periode 2000 – 2006. Sayang kisruh di dalam tubuh partai yang dibidaninya itu membuat dirinya kembali angkat kaki. “Idealisme saya tidak lagi sejalan dengan partai itu,” sesalnya.
Kini dayung politiknya terayun bersama Partai Hanura. Sebagai politikus yang kenyang dengan asam garam dunia perpolitikan ini, Djafar dipercaya sebagai Ketua Bidang Otonomi Daerah selain sebagai Kordinator Wilayah Sulawesi Tengah.
Menjadi politikus, apalagi menjadi wakil rakyat, bagi Djafar bukan hal yang main-main. Karena itu dia berharap partai-partai tidak lagi mengecewakan rakyat. “Hal ini sudah menjadi komitmen para elite Partai Hanura untuk tidak mengecewakan aspirasi masyarakat,” katanya. Dia mengatakan, saat ini sedang digodok sejumlah aturan dan syarat bagi para calon legislatif untuk melihat kualifikasi sesuai visi-misi partai. Untuk itu harus dibuat aturan yang jelas dan ketat terkait pencalonan itu. “Karena menjadi wakil rakyat itu amanah dan harus dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, masyarakat, dan Tuhan,” ujarnya.
Dia juga berpesan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak “berjudi” tentang negara ini. “Saat memilih lihatlah reputasi dan track record-nya. Kita butuh orang yang tepat, kuat, tegas, berkarakter, dan memiliki kemampuan yang handal,” katanya. Bagi mereka yang ingin maju sebagai Presiden dia berpesan sebaiknya “mengukur baju” lebih dahulu. Diakuinya Partai Hanura sendiri memiliki seorang satrio piningit yang memiliki kelengkapan sebagai seorang pemimpin. “Saya belum sebut nama tapi yakinlah bahwa yang calon kami ini akan membawa kesejahteraan bagi Bangsa Indonesia,” katanya. Dirinya yakin Partai Hanura akan menjadi the raising star 2009. “Dari pergaulan saya dengan sang satrio piningit itu menyatakan bahwa dia memang orang yang tepat,” katanya.

Kepemimpinan partai
Dalam mewujudkan visi misi partai, Djafar Badjeber mengatakan, Partai Hanura memiliki pola kepemimpinan yang bernama STMJ, yaitu pertama sadar bahwa pemimpin mengemban amanah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan diperoleh karena dukungan rakyat; kedua tahu apa yang menjadi harapan dan keinginan rakyat; ketiga mau dan mampu mewujudkan harapan-harapan rakyat; keempat jaminan atas jabatan apapun amanat dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan hanya digunakan untuk kemaslahatan rakyat.
“Sistem ini selalu dibawa oleh Ketua Umum kesetiap daerah sebagai langkah internalisasi kepemimpinan bagi para kader,” katanya. Sebagai partai organik Partai Hanura selalu mengutamakan inisiatif dari bawah. Hal ini terlihat ketika kreatifitas dan programnya muncul dari bawah, dari mulai keperluan sampai program. “Di Partai Hanura kita biarkan semua berkembang,” lanjutnya.
Dengan demikian upaya membuat Partai Hanura menjadi partai yang berkarakter dan perduli kepada masyarakat dapat terwujud. Dalam pengertiannya, partai berkarakter merupakan partai yang berbasis akar sehat dan hati nurani rakyat serta dikelola dan dipimpin oleh manusia-manusia yang baik. “Karena itu bagi siapapun yang mau masuk Partai Hanura harus memenuhi syarat. Terlebih bila sebagai pengurus,” katanya.
Partai berkarakter juga, menurut Djafar Badjeber, fungsionarisnya dikenal dan telah berbuat banyak bagi masyarakat dan konsekwen menjalan visi negara serta melindungi bangsa Indonesia secara keseluruhan serta tidak diskriminatif. Tidak membedakaan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan gender, sejalan dengan asas Partai yang Nasionalis Religius. Sebagai partai berkarakter, ketika ada pihak yang dirugikan maka dia harus berpihak kepada warga tersebut. Karena itu Partai Hanura dibangun dengan paradigma baru, yaitu tidak boleh terjebak pada partai yang ada sekarang. Dengan demikian Partai Hanura merupakan partai terbuka dan plural sebagaimana tertuang dalam nilai dasar perjuangan.
Menurutnya, Partai Hanura berupaya untuk tidak lagi mengecewakan rakyat yang membuat masyarakat apatis terhadap partai politik yang ada. “Kita harus benahi partai politik kita. Bukan justru ditinggalkan karena partai politik masih menjadi sarana mengartikulasikan serta mengagregasikan aspirasi masyarakat dan dijamin oleh konstitusi,” katanya.
Dan dia yakin dirinya bersama Partai Hanura akan membenahi negeri ini. “Inilah kalau parameternya hati nurani,” katanya.